Tugas MK Aktor Non Negara
PERAN ICRC SEBAGAI INTERNATIONAL NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION
TERHADAP KONFLIK BERSENJATA
(STUDI KASUS: KONFLIK SURIAH 2011-2014)
Oleh:
Deisy Madelberta Kasihiuw 151120003
Naima Untsa 151120005
Nikita Rosalia Manurung 151120017
Priska Septianisa 151120023
Monika Aisha Nasella 151120025
Arso Puji Prakoso 151120046
Nadira Asrifa Nasution 151120049
Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Politik dan Sosial
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
‘Veteran’
YOGYAKARTA
PERAN ICRC DALAM MENANGANI KORBAN
KEMANUSIAAN DALAM KONFLIK
(STUDI KASUS KONFLIK SURIAH PADA TAHUN 2011-2014)
- PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada beberapa tahun
terakhir ini wilayah Timur Tengah tengah menjadi sorotan dunia akibat dari
fenomena Arab Spring. Meskipun saat
ini sudah ada beberapa negara yang telah berhasil mengatasi pergejolakan
politik dalam negerinya. Konflik-konflik bersenjata yang berkepanjangan masih
tetap terjadi di beberapa negara di wilayah ini, salah satunya adalah yang
terjadi di Republik Arab Suriah. Negara ini adalah salah satu negara yang
memiliki level konfrontasi bersenjata dan dampak kemanusiaan yang paling
mengkhawatirkan. Konflik Suriah ini bermula ketika pada tanggal 15 Maret 2011 terjadi
aksi demonstrasi besar-besaran untuk memprotes dan menuntut pengunduran diri Presiden
Bashar Al-Assad. Akibatnya Pemerintah mengarahkan Angkatan Darat Suriah untuk
mengamankan pemberontakan dan menembaki seluruh demonstran di seluruh tempat di
Suriah. Perlawanan dari massa semakin meluas dan diperparah dengan penggunaan senjata.
Massa yang terdiri dari Tentara yang menentang, relawan serta sipil,
pemberontak bersenjata ini tidak terorganisir dan tanpa pimpinan pusat. Hingga
tahun 2012 pemberontakan senjata terus berlangsung dan telah sampai pada kota-kota
besar di Suriah seperti Damaskus dan Allepo. Pada pihak Pemerintahan terjadi
kemajuan peralatan
dan formasi militer di sebelah selatan dan timur Suriah, serta aksi pemboman
secara besar-besaran. Konflik bersenjata yang berlangsung dalam kurun waktu 3
tahun ini belum menunjukkan adanya tanda-tanda penyelesaian. Syrian Observatory
for Human Rights, mengumumkan jumlah korban tewas sudah menembus angka 162.402
orang sejak pecah konflik Maret 2011[1].
Peristiwa ini mendapat kecaman dari berbagai
pihak di seluruh dunia mengingat dampak yang ditimbulkan bukan hanya pada
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, namun warga sipil seperti anak-anak
dan kaum wanita. Rumah-rumah penduduk hancur, fasilitas-fasilitas umum
mengalami kerusakan, keadaan lingkungan yang mengerikan, dan ketakutan serangan
senjata dan bom yang selalu mengintai. Setiap hari korban baru terus berjatuhan,
sementara pelayanan medis telah lumpuh karena berkurangnya tenaga-tenaga medis
serta kerusakan pada fasilitas-fasilitas kesehatan yang sengaja diserang.
International Committee of the Red Cross (ICRC), secara resmi menyatakan bahwa
konflik berdarah yang terjadi di Suriah merupakan perang saudara yang telah
mengarah ke dalam konflik bersenjata non-internasional, yang diumumkan pada 15
juli 2012[2].
Pernyataan ICRC muncul ketika tim pemantau PBB mengumpulkan detail baru tentang
apa yang terjadi di Desa Treimseh yang disebut kelompok oposisi sebagai
pembantaian oleh tentara rezim Presiden Bashar al-Assad. ICRC yang didirikan
pada tahun 1863 merupakan sebuah organisasi internasional non pemerintah yang
bergerak dibidang kemanusiaan. Organisasi ini memiliki prinsip tidak memihak, netral, dan
mandiri yang memfokuskan misinya hanya pada aspek kemanusiaan yang dimaksudkan
untuk melindungi kehidupan dan martabat korban konflik bersenjata dan korban
kekerasan serta memberikan bantuan pada korban-korban tersebut[3].
ICRC berkomitmen
siap dalam merespon dan tanggap terhadap kebutuhan bantuan kemanusiaan, seperti
halnya yang kini terjadi di Suriah.
Tidak mudah untuk
melaksanakan bantuan kemanusiaan terlebih lagi konflik Suriah ini dapat dikatakan
sebagai tragedi kemanusiaan berkepanjangan, namun berdasarkan Hukum Humaniter
Internasional (International Humanitarian
Law/IHL), pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik harus mengizinkan dan
memberikan jalur evakuasi cepat dan tanpa hambatan bagi akses bantuan
kemanusiaan, dan untuk saling menghormati hak orang-orang yang sakit dan
terluka serta pelarangan keras penggunaan senjata kimia di
dalam konflik. Dengan demikian keberadaaan dan perhatian ICRC di Suriah sangatlah penting
1.2
Rumusan Masalah
Berkaitan dengan
permasalahan yang ada pada latar belakang diatas, tulisan ini akan difokuskan
untuk membahas mengenai “ Bagaimana Peran ICRC sebagai International
non Governmental Organization terhadap Konflik Bersenjata? (studi kasus :
konflik suriah 2011-2014)”
- PEMBAHASAN
ICRC (International Committee of the Red Cross)
ICRC merupakan lembaga independent yang bergerak di bidang
kemanusiaan. ICRC selalu berusaha memberikan perlindungan dan bantuan kepada
para korban, baik dalam pertikaian bersenjata internasional maupun dalam konflik
internal. Secara garis besar ICRC adalah pendiri dan anggota palang merah
internasional, inisiator pertama dalam penyusunan IHL, pendukung dalam penyebarluasannya
serta pengawas penerapan IHL dan prinsip palang merah, dan penyelanggara
operasi kemanusiaan berdasarkan permintaan suatu Negara atau inisiatif sendiri. ICRC tetap melaksanakan
misi aslinya, yaitu memberikan perlindungan serta bantuan kepada rakyat sipil
dan militer yang menjadi korban dalam pertikaian senjata internasional, kekacauan dan
ketegangan dalam negeri di seluruh dunia. Bilamana dibutuhkan, ICRC
mengorganisir program bantuan kemanusiaan dan operasi medis bagi korban perang,
penduduk sipil di bawah pendudukan musuh, serta pengungsi.
Operasi medis yang utama
adalah dalam bentuk perawatan para korban, bantuan bagi korban yang diamputasi
atau menjadi lumpuh dan penyediaan obat-obatan serta peralatan medis. ICRC juga
aktif dalam mengadakan kampanye imunisasi, program kesehatan umum, operasi
pembersihan air dll. Sebagai penengah yang netral antara pihak yang terlibat
pertikaian ICRC bertindak demi kebaikan korban perang. Berdasarkan konvensi
Jenewa, ICRC berhak untuk mengunjungi tahanan perang dan melakukan wawancara
tanpa saksi. Kunjungan ini bertujuan untuk melihat kondisi tawanan perang dan
bukan untuk menanyakan alasan penahanannya. ICRC juga berhak untuk menawarkan
dirinya dalam keadaan yang tidak tercakup oleh IHL seperti kekacauan dan
ketegangan dalam negeri.
ICRC didirikan atas dasar fakta-fakta
adanya pelanggaran HAM
khususnya terhadap anak-anak.
Dengan dukungan dari seluruh negara di dunia, ICRC bekerjasama dengan
organisasi internasional lainnya guna memantau dan memposisikan warga sipil
dengan benar dan layak. Masyarakat dunia telah sepakat untuk membangun kondisi
damai serta menolak segala tindakan kekerasan terhadap anak-anak. Namun fenomena
yang terjadi adalah semakin banyaknya berita mengenai peperangan, keterlibatan
anak dalam konflik dan kasus-kasus pelanggaran HAM.
Konvensi Hak-Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa
yang disahkan Majelis Umum
PBB tahun 1989 adalah hal pertama yang mengikat sesuai
instrumen hukum internasional untuk mengatur hak asasi manusia; sipil, budaya,
ekonomi, politik dan hak-hak sosial. Konvensi ini menjelaskan bahwa anak-anak
juga memiliki empat prinsip dasar hak-hak yang harus dihormati.
ICRC juga ikut andil menyediakan program
koordinasi, tentang arah strategis dan dukungan finansial untuk melindungi warga
sipil dan hak-hak mereka, termasuk inisiatif untuk memastikan bahwa perawatan
dan perlindungan yang diberikan sesuai dengan program Disarmament, Demobilization, and
Reintegration (DDR)[4].
Perlindungan keamanan kemanusiaan dalam
situasi konflik merupakan salah satu problematika yang membutuhkan penyelesaian
melalui beberapa tahapan. Salah satunya yakni menciptakan keamanan negara.
Menurut Barry Buzan keamanan negara merupakan salah satu kondisi penting bagi
keamanan manusia, karena tanpa adanya negara, maka tidaklah terlampau jelas
agen-agen/lembaga manakah yang dapat bertindak atas nama individu.
Konflik
Suriah
Konflik Suriah bermula pada 15
Maret 2011 ketika terjadi aksi demonstrasi besar-besaran untuk memprotes dan
menuntut pengunduran diri Presiden Bashar al-Assad. Akibatnya Pemerintah
mengarahkan AD Suriah untuk mengamankan pemberontakan dan menembaki seluruh
demonstran di seluruh tempat di Suriah. Sebenarnya konflik ini berawal dengan aksi damai
yang dilakukan warganya yang menuntut perubahan kondisi politik di Suriah yang
selama ini dijalankan secara diktator oleh rezim Bashar al-Assad. Aksi damai
tersebut merupakan salah satu bagian dari gerakan Arab Spring yang melanda kawasan Arab pada tahun 2010-2011 silam.
Kerusuhan di Suriah dimulai di kota selatan Deraa pada bulan Maret 2011 ketika
penduduk lokal berkumpul untuk menyerukan tuntutan pembebasan 14 mahasiswa yang
ditangkap dan dilaporkan disiksa oleh pasukan keamanan Suriah setelah menulis
di dinding, slogan terkenal dari pemberontakan rakyat di Tunisia dan Mesir:
"Orang-orang ingin kejatuhan rezim”. Namun rezim Assad membalas aksi
protes itu dengan cara kekerasan, dengan
melepaskan tembakan yang menewaskan 4 orang. Hari berikutnya, mereka
menembaki pelayat di pemakaman korban yang meninggal. Hal ini membuat pihak oposisi yang
tadinya melakukan aksi damai mengangkat senjata untuk menjatuhkan rezim Assad
secara paksa.
Pada akhir bulan Maret
2011, tentara dengan kendaraan lapis baja di bawah komando Maher al-Assad
diturunkan ke kerumunan para pengunjuk rasa. Puluhan orang tewas, ketika tank
menembaki kawasan pemukiman dan pasukan menyerbu rumah serta menangkap warga
yang dianggap sebagai demonstran[5]. Pihak rezim Assad
seringkali melakukan serangan kepada warga sipil Suriah sebagai hukuman atas
dukungan mereka kepada pihak oposisi, seperti diberitakan The Daily Star, Kamis
(3/1/2013)[6].
Pesawat tempur Suriah menyerang satu pom bensin di pinggiran Kota Damaskus pada
2 Januari 2013 yang sedang dipenuhi warga yang sedang mengisi bahan bakar,
mengakibatkan pom bensin itu meledak, membuat sekitar 30 warga yang ada di sana
tewas seketika.
Konflik ini merupakan
ancaman terhadap keamanan manusia. Tentara Assad telah membunuh lebih dari
15.000 orang di beberapa provinsi Suriah, sedangkan ratusan lainnya luka-luka
dan mengungsi ke daerah sekitar perbatasan. Akses terhadap kebutuhan dasar
manusia seperti air, makanan dan medis pun sangat terbatas. Kenyataan tersebut
membawa pada apa yang disebut krisis kemanusiaan, sehingga bisa dikatakan Suriah
tidak lagi mampu melindungi keamanan warganya.
Menurut Ketua Badan HAM
PBB Navi Pillay, korban tewas terus bertambah menyusul semakin berlarutnya
konflik senjata antara demonstran anti pemerintah dan pasukan pendukung
Presiden Bashar Al-Assad. Komisi Penyelidik Independen PBB melaporkan, pasukan pemerintah Suriah
telah melakukan tindak kejahatan kemanusiaan terhadap warga sipil, termasuk
membunuh dan menyiksa anak-anak.
Kontribusi
ICRC
Keberadaaan ICRC di Suriah sangatlah penting,
dan ditanggapi secara serius dan positif oleh masyarakat internasional. Dengan
mandat yang didapat dari masyarakat internasional tersebut, ICRC diharapkan
dapat melaksanakan misinya di Suriah dan membantu Suriah mengatasi
permasalahan yang ada.
Dalam penanggulangan krisis
kemanusiaan khususnya anak-anak korban perang di Suriah, ICRC didukung UNICEF
dan TRC dan pemerintah setempat untuk membantu memberikan pertolongan terhadap
anak-anak korban perang. Dengan melakukan kerjasama organisasi non-pemerintah
di Suriah seperti Caritas, Save The Children dan Christian’s children Fund,
UNICEF, ICRC mengembangkan konsep rehabilitasi bagi anak-anak korban konflik
yang dinamakan psycho-social programs
yang berisikan teknik-teknik terapi untuk para tentara anak. Batas maksimum
seorang anak dalam pusat rehabilitasi adalah enam bulan. Kecuali anak-anak yang
masih membutuhkan perawatan medis dan anggota keluarga mereka belum
ditemukan[7].
Dengan melihat situasi
anak di Suriah, ICRC bekerja sama dengan dengan Menteri Kesejahteraan Sosial,
Gender dan Anak-anak, Departemen Hukum, WFP, dan LSM-LSM lainnya menyusun
program singkat untuk Suriah, dengan memfokuskan kepada tiga hal yaitu :
1.
Dukungan untuk kebijakan nasional, kerangka hukum, advokasi
tentang perlindungan hak asasi manusia khususnya anak-anak: ICRC mendukung harmonisasi
hukum nasional dan kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan anak sesuai
dengan The Convention on the Rights of the Child (CRC). Advokasi dilakukan
untuk meningkatkan pengalokasian sektor sosial, dan memastikan hak-hak anak,
terutama anak yatim dan anak-anak yang tidak memiliki pendidikan, pelayanan
sosial serta kesehatan yang layak.
2.
Membangun kapasitas kelembagaan dan sistem untuk perlindungan
terhadap semua warga sipil khususnya anak-anak. ICRC mendukung Pemerintah dalam
mengembangkan kerangka aturan bagi warga sipil Suriah termasuk memantau standar
perawatan serta perlindungan terhadap warga sipil. Dan juga penekanan terhadap
pembangunan kapasitas di bidang kesehatan dan pendidikan penyediaan terhadap
layanan sosial untuk mengidentifikasi dan memberikan pelayanan terhadap korban
tindak pelecehan seksual, gender, dan segala hal yang berbasis
kekerasan. Dalam bidang kesehatan dan pemantauan standar kesehatan, ICRC
mendukung fasilitas penyediaan air dan sanitasi lingkungan di kamp pengungsian.
Disediakan pula WC tambahan bagi 6000 warga sipil, lalu memfasilitasi pelatihan
mekanik-mekanik untuk pompa air. ICRC juga membentuk klub relawan bernama Blue
Flag yang dilatih untuk menangani kasus diare dan kolera. Untuk pendidikan,
ICRC membantu merehabilitasi beberapa sekolah dan mendirikan sekolah di kamp pengungsian.
3.
Meningkatkan Pengetahuan dan Pemahaman tentang Masalah
Perlindungan hak asasi manusia dan khususnya anak di Suriah: ICRC bertujuan
untuk mengembangkan dan memelihara informasi mengenai isu-isu penting
perlindungan anak di Suriah. Anggaran ICRC tersebut sudah mencakup biaya
operasi lapangan sebesar 970 juta Swiss Franc (Rp 9,7 trilyun) dan 181 juta
Swiss Franc (Rp 1,8 trilyun) untuk mendukung kegiatan di Kantor Pusat di
Jenewa. Secara total, jumlahnya mendekati anggaran yang diajukan dalam anggaran
ICRC pada tahun 2011.
Upaya lain yang dilakukan ICRC dalam menangani krisis
kemanusiaan di Suriah adalah pengevakuasian warga sipil yang terluka, sakit,
dan ingin meninggalkan wilayah konflik di kota Homs. Dalam hal ini ICRC bekerja sama dengan
Bulan Sabit Merah Arab Suriah. Bekerja di garda terdepan, mereka memberikan
bantuan kepada beberapa daerah oposisi yang paling parah terkena serangan dan
daerah-daerah yang dikendalikan oleh pemerintah.
Mereka
memiliki akses ke 3 wilayah yang dikuasai oposisi dan bantuan yang
didistribusikan di Homs, Hama dan Idlib[8].
Selama 2 tahun terakhir
jutaan orang telah menerima bantuan, tetapi tidak cukup, akibat kebutuhan yang
tumbuh lebih cepat daripada kemampuan pihak yang membantu untuk merespon
kebutuhan tersebut.
Program Kemanusiaan ICRC di Suriah
ICRC melaksanakan program
bantuan kemanusiaan di berbagai negara. Dalam kegiatan kemanusiaannya, ICRC
bergantung pada 12.000 staf di lapangan yang bekerja sama dengan Perhimpunan
Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dan juga organisasi internasional
maupun local lainnya. ICRC dan Bulan Sabit Merah bekerja di lokasi yang terkena
dampak pertempuran dimana ICRC masuk untuk memberikan pertolongan vital dan
memberikan peralatan yang dibutuhkan untuk terus bertahan tanpa bantuan dari
luar. Namun, kehidupan banyak orang yang tidak terhitung jumlahnya dan
membutuhkan perlindungan dan bantuan tergantung pada dukungan dari donator.
ICRC akan terus bekerja
dan membantu warga sipil di Suriah dimana senjata dan teknologi baru terus
diperkenalkan, proliferasi kelompok-kelompok bersenjata, kesulitan mendapat
akses ke orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan munculnya sejumlah LSM dan
organisasi kemanusiaan lain yang saling bersaing untuk memberikan bantuan
kemanusiaan kepada warga sipil di Suriah.
Tim ICRC dan Bulan Sabit Merah Arab
Suriah bekerja di lokasi yang paling parah terkena dampak kekerasan di Suriah. Dalam melaksanakan tugasnya Tim
ICRC dan Bulan Sabit Merah Arab Suriah mengambil resiko besar. Untuk membantu
Bulan Sabit Merah Arab Suriah memenuhi kebutuhan bantuan kemanusiaan bagi pengungsi yang terus
meningkat, ICRC mendistribusikan makanan dan kebutuhan dasar lainnya ke distrik
Aleppo yang berjumlah kurang lebih 12.500 orang.
Banyak fasilitas pelayanan
kesehatan yang kesulitan menangani korban luka karena terganggu oleh
pertempuran yang terjadi, yang
mengakibatkan langkanya peralatan medis. ICRC telah mendistribusikan
obat-obatan yang cukup untuk mengobati sekitar 250 hingga 1.000 orang dan
pengiriman teknisi air dan sanitasi ke tempat-tempat penampungan sementara untuk memastikan kecukupan air
bersih bagi pengungsi.
Di kota Homs, ribuan orang
berlindung di sekolah dan bangunan publik lainnya. ICRC telah mendistribusikan kebutuhan makanan
bagi lebih dari 20.000 orang di kota Homs. Akses untuk mendapatkan air juga
menjadi masalah serius bagi sebagian besar orang di Homs. Guna membantu kota
tersebut, ICRC memasang generator listrik dengan daya 1.000 Kwa untuk
meningkatkan kapasitas pos pompa air Ain Al-Tanour, yang memasok 80% kebutuhan air minum bagi
800.000 orang penduduk setempat dan pengungsi. Guna membantu Bulan Sabit Merah
Arab Suriah menangani kebutuhan kemanusiaan di Hama, Idlib, Lattakia, Raqqa dan
Hassakeh, ICRC juga mendistribusikan kebutuhan makanan yang cukup untuk satu
bulan bagi ±43.000 penduduk sipil.
ICRC juga mengunjungi
tempat penahanan dengan tujuan memastikan para tahanan tetap dihormati
martabatnya dan mencegah penyiksaan atau perlakuan buruk serta tindakan
sewenang-wenang lainnya. Selain itu, juga untuk memastikan bahwa kondisi tempat
penahanan sudah memadai dan para tahanan dimungkinkan berkomunikasi dengan
keluarga mereka, sebagaimana diwajibkan oleh IHL. Menurut IHL,
pihak-pihak yang terlibat konflik harus mengizinkan dan memberikan fasilitas jalur yang cepat dan tanpa
hambatan ketika memberikan bantuan kemanusiaan bagi warga sipil yang
membutuhkan. Wajib menghormati hak orang yang terluka atau sakit, baik itu para
pejuang yang terlibat konflik ataupun warga sipil, untuk segera mendapat bantuan medis. Selain
itu, adanya larangan keras penggunaan
senjata kimia oleh pihak manapun. ICRC meminta semua pihak yang terkait dalam
konflik di Suriah untuk menghormati larangan terhadap penggunaan senjata kimia.
ICRC juga menjalin kontak
rutin dengan kelompok-kelompok oposisi di Suriah dan di luar negeri untuk
membahas isu-isu yang berkaitan dengan dijalankannya IHL dan perlindungan warga sipil dan
tahanan. ICRC dan Bulan Sabit Merah Arab Suriah sejak awal telah bekerja sama
untuk memenuhi kebutuhan yang paling mendesak. Kedua organisasi ini berusaha
menemukan berbagai cara untuk meningkatkan kegiatan mereka di lapangan.
Prioritas utama adalah
tetap terus membantu orang-orang yang paling parah terkena dampak kerusuhan di
Abel, Hama, Idlib, Dara’a dan Pedesaan Damaskus (Rural Damascus), termasuk para pengungsi yang melarikan
diri dari Baba Amr distrik Homs. Evakuasi bagi para korban yang terluka dan
keselamatan tenaga medis merupakan dua kekhawatiran utama. Keselamatan korban
sering kali sangat bergantung pada seberapa cepat tim tanggap darurat dapat
mengevakuasi dan mengobati mereka. Siapa pun yang sakit atau terluka harus
mendapatkan perawatan medis, serta staf medis dan fasilitas-fasilitasnya harus
dilindungi setiap saat[9].
ICRC mendapatkan dukungan
yang positif atas prioritas operasionalnya serta usulan atas gencatan
senjata selama dua jam setiap hari selama pertempuran agar bantuan kemanusiaan
bisa menjangkau orang-orang yang sangat membutuhkan. Juga penekanan pentingnya aksi kemanusiaan yang
bersifat netral dan mandiri di Suriah saat ini. Keputusan mengenai gencatan
senjata tersebut tetap
berada di tangan pemerintah dan pihak oposisi Suriah. Sementara itu ICRC dan
Bulan Sabit Merah Arab Suriah juga mengirimkan 12 truk yang bermuatan makanan,
alas tidur, selimut dan alat-alat kebersihan yang terbagi dalam dua konvoi yang
berbeda ke provinsi Homs dan Aleppo[10].
Konvoi ke provinsi Homs langsung menuju kota Za’afaranah, yang terletak di 30
km di timur laut kota Homs, tempat
dilaksanakannya pendistribusian bantuan. ICRC dan Bulan Sabit Merah Arab Suriah
telah mengunjungi Za’afaranah untuk melakukan asesmen situasi kemanusiaan dan
kebutuhan bantuan kemanusiaan. ICRC telah merenovasi 390 fasilitas umum untuk
digunakan oleh 65.000 pengungsi. Fasilitas kesehatan bagi kedua belah pihak
yaitu, pengobatan dan pasokan alat-alat bedah, juga obat-obatan untuk
pengobatan bagi pasien-pasien yang kronis. Terdapat 146 staf ICRC yang bekerja
di Suriah. Anggaran dana untuk kegiatan di Suriah tahun 2013 sekitar 1,1
triliun rupiah yang digunakan untuk menjalani kegiatan – kegiatan kemanusiaan[11].
Sejak awal 2011, ICRC
memberikan bantuan untuk distribusi air, makanan,obat-obatan dan bahan bahan
kebutuhan lainya kepada para korban konflik. Dalam pendistribusian air, tidak
semuanya didistribusikan secara langsung kepada korban konflik. Hanya 20% yang
didistibusikan secara langsung, 80% sisanya lewat peran ICRC memperbaiki
infrastruktur-infrastruktur air milik Perusahaan Daerah Air di Suriah, juga
dengan memasok bahan kiwiawi yang dibutuhkan agar dapat menjernihkan air supaya
dapat dikonsumsi. Berkat usaha itulah, ICRC bisa memberikan kira-kira 80%
masyarakat Suriah air yang aman untuk dikonsumsi.
Untuk
masalah pengungsi, ICRC juga mendirikan kamp pengungsian yang biasanya tersebar
di daerah perbatasan Suriah. Termasuk mengumpulkan para pengungsi yang
terpencar-pencar di negara-negara tetangga Suriah dan diberikan bantuan baik
materi ataupun bantuan seperti ijin tinggal sementara bagi para pengungsi yang
membutuhkannya.
ICRC
sangat aktif dalam menyuarakan perdamaian semua pihak di Suriah baik itu dari pemerintah
Bassar al-Assad maupun dari golongan oposisi. Konflik ini telah membunuh
ratusan ribu jiwa dan membuat jutaan orang kehilangan tempat tinggal. ICRC
aktif menyuarakan ini baik di diskusi-diskusi internasional maupun forum-forum
yang ada. Presiden ICRC, Peter Maurer menyerukan dalam kunjungan-kunjungan
resmi ke negara-negara seperti AS, Inggris, Rusia serta ke PBB, bahwa pengungsi
di Suriah membutuhkan akses kemanusiaan yang luas. Dalam kunjungannya ke Suriah,
ia menyatakan situasi kemanusiaan di Suriah telah menjadi suatu bencana. Karena
banyaknya pertempuran, warga sama sekali tidak bisa memiliki akses ke kebutuhan
pokok serta obat-obatan, serta tidak bisa keluar dari daerah tersebut
dikarenakan takut tidak memiliki tujuan jika harus meninggalkan daerah
tersebut.
Pengungsi
merupakan bagian yang di fokuskan dari program-program ICRC di Suriah. ICRC
membuat beberapa daerah penampungan yang di konsentrasikan di beberapa daerah
seperti di timur distrik Allepo, Suriah utara. Allepo sendiri sekarang ini
merupakan daerah yang dikuasai oposisi yang di mana secara otomatis suplai air,
makanan serta obat-obatan dari pemerintah terputus, sehingga menjadi perhatian
khusus ICRC.
Ketika
pertempuran terjadi di Distrik Aleppo, Suriah Utara, ribuan orang meninggalkan
rumah mereka dan mulai menempati bangunan-bangunan publik termasuk ±80 sekolah yang
akhirnya digunakan sebagai tempat penampungan sementara. Bantuan ICRC untuk
Suriah melalui donasi dari para donaturnya ialah pembangunan sarana publik
darurat. Pembangunan secara menyeluruh hingga saat ini belum bisa dipastikan
oleh pihak ICRC, dikarenakan masih tingginya tingkat pertempuran di Suriah. Gejolak
politik serta tidak ada jaminan pasti keamanan membuat pihak ICRC lebih melihat
proses pembangunan sarana publik darurat lebih bermanfaat. Pihak ICRC
menggalang dana sekitar 132 juta franc Swiss. Jumlah itu digunakan untuk
periode 2014 ini dalam program kerja di Suriah.
ICRC
sempat menawarkan menjadi mediator pada tahun 2012, namun usul itu ditolak oleh
pihak pemerintah Suriah. Meskipun begitu ICRC tetap mengajukan diri sebagai
mediator maupun fasilitator selain PBB jika pada nantinya kedua pihak mau
melakukan negosisasi. Ini merupakan bagian dari program ICRC yang bersifat Assistance.
Kendala-kendala
yang dihadapi ICRC dalam menangani korban kemanusian konflik Suriah
•
Aktivitas bantuan kemanusiaan yang dijalankan oleh ICRC
sering dipandang sebelah mata oleh pihak yang berkonflik sehingga menghambat ICRC
dalam menjalankan program-programnya.
•
Kendala paling fundamental bagi ICRC adalah acceptance,
yakni penerimaan kehadiran ICRC dalam sebuah konflik oleh pihak otoritas dan
pihak-pihak yang berkonflik. Penerimaan kehadiran ICRC dalam melakukan sebuah
intervensi kemanusiaan selanjutnya menentukan access ICRC dalam membantu
korban konflik bersenjata dan situasi kekerasan lainnya untuk selanjutnya
menilai situasi mereka, memberikan bantuan dan mendokumentasikan tuduhan pelecehan
atau pelanggaran hukum yang berlaku dalam IHL dan hukum yang relevan selama
konflik berlaku.
•
Access mengacu kepada bagaimana ICRC dapat meyakinkan, melakukan
persuasi dan diplomasi terhadap otoritas dan pihak yang berkonflik agar mau
memperbolehkan ICRC melakukan intervensi kemanusiaan yang bersifat melewati
batas ranah privacy otoritas, seperti melakukan kunjungan terhadap
tawanan.
•
Protection (perlindungan), ICRC dalam upayanya melakukan persuasi
kepada otoritas Hezbollah dan Israel untuk lebih memperhatikan metode
berperangnya sehingga korban dari pihak sipil dapat diminimalisir ternyata
hanya dianggap sebagai himbauan berbau normatif belaka.
•
Dalam melakukan kunjungan tawanan perang (Respect for
persons deprived of their freedom) semasa konflik, ICRC seringkali
dihadapkan kepada situasi birokrasi otoritas yang rumit. Takut tersebarnya informasi
tentang kemungkinan penganiayaan dan tindakan melanggar HAM lainnya kepada
publik atau bahkan informasi berbau intelijen.
•
Kebijakan semasa konflik oleh pihak yang berperang membuat ICRC
mendapatkan tantangan dalam menyalurkan bantuan untuk korban perang (penduduk
sipil yang menderita karena dampak konflik).
3. PENUTUP
ICRC sebagai NGO memiliki peran cukup penting dan
positif dalam konflik Suriah ini. Peran yang dilakukan ICRC selama berada di
Suriah telah banyak membawa orientasi positif bagi perkembangan mental warga
korban perang. Program-program yang dijalankan oleh ICRC berkisar pada:
•
Mengadvokasikan pembebasan warga sipil
yang diculik yang dilakukan oleh kelompok bersenjata, dan mendorong pemerintah
untuk mengadopsi kebijakan oleh lembaga-lembaga perlindungan keamanan
kemanusiaan.
•
Meningkatkan kesadaran akan HAM melalui program-program, dan
laporan tentang pelanggaran keji hak asasi kemanusiaan.
•
Mendukung pusat perawatan darurat,
membina keluarga dan grup dimana anak-anak dapat berlindung sementara proses
pencarian keluarga dilakukan.
•
Program psychosocial untuk
anak-anak yang terkena dampak perang.
•
Pelacakan dan penyatuan kembali
keluarga.
•
Reintegrasi kedalam masyarakat dan
keluarga: pendidikan, pelatihan keterampilan, program-program pendukung, akses
ke layanan kesehatan.
•
Mendukung program-program untuk
anak-anak korban kekerasan dan pelecehan seksual, serta konseling, pelayanan
medis dan program-program untuk ibu-ibu muda.
•
Penempatan di pusat-pusat pelatihan agar
mendapatkan akses pendidikan yang mudah, sementara dilakukan pelacakan, mediasi
keluarga dan legalisasi hukum.
•
Bekerjasama dengan Pemerintah untuk
memperkuat kapasitasnya sebagai pemantau program-program untuk anak-anak, serta
mengembangkan kebijakan dan strategi dan meninjau perundang-undangan yang ada.
Kapabilitas
ICRC dalam kasus konflik Suriah hanya untuk mengatasi akibat konflik.
Instabilitas politik serta konflik yang berkepanjangan di Suriah merupakan
faktor semakin meningkatnya krisis kemanusiaan. Diserukannya
gencetan senjata antar kelompok yang berkonflik, diharapkan berdampak pada aturan hukum di Suriah yang semakin baik dan perubahan
stabilitas keamanan yang semakin membaik maka berpengaruh kepada menurunnya
krisis kemanusiaan di Suriah.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
-
Maman,Ade Suherman.2003.Organisasi
Internasional dan Integrasi Regional Dalam Perspektif Hukum dan
Globalisasi.Jakarta : Ghalia Indonesia.
-
http://icrcjakarta.info/berita/bagaimana-icrc-membantu-korban-konflik-sejak-january-agustus-2013/
Diakses pada tanggal 1 November 2014
-
http://icrcjakarta.info/berita/suriah-sebuah-tragedi-kemanusiaan-dengan-konsekuensi-yang-mengkhawatirkan/
Diakses pada tanggal 1 November 2014
-
http://icrcjakarta.info/galeri-foto-video/videos/presiden-icrc-prihatin-tentang-nasib-warga-sipil-di-suriah/
Diakses pada tanggal 1 November 2014
-
http://icrcjakarta.info/berita/di-tengah-pertempuran-tiada-henti-presiden-icrc-akhiri-kunjungan-di-suriah/
Diakses pada tanggal 1 November 2014
-
http://icrcjakarta.info/berita/bantuan-tambahan-sudah-sampai-ke-penduduk-aleppo-dan-daerah-lainnya-di-suriah/
Diakses pada tanggal 1 November 2014
-
http://icrcjakarta.info/berita/penduduk-sipil-masih-terjebak-di-homs-suriah/
Diakses pada tanggal 1 November 2014
-
http://icrcjakarta.info/berita/laporan-tahunan-2011-icrc-tahun-krisis-yang-kompleks-dan-tak-terduga/
Diakses pada tanggal 1 November 2014
-
http://icrcjakarta.info/galeri-foto-video/videos/kabar-terbaru-dari-suriah/
Diakses pada tanggal 1 November 2014
-
http://theglobaljournal.net/article/view/585/. ”2012 Top 100 Best NGOs by The Global Journal”, diiakses tanggal 30
Oktober 2014.
[1] Korban tewas konflik suriah http://www.tempo.co/read/news/2014/05/19/115578830/Korban-Tewas-Konflik-Suriah-Capai-162-Ribu-Orang
diakses pada tanggal 1 November 2014
[2] Palang Merah : Konflik Suriah adalah perang saudara http://internasional.kompas.com/read/2012/07/16/14222636/Palang.Merah.Konflik.Suriah.adalah.Perang.Saudara
diakses pada tanggal 1 November 2014
[3]ICRC: misi dan kegiatannya http://icrcjakarta.info/wp-content/uploads/2011/07/0963-The-ICRC-Its-Mission-and-Work-Ind.pdf
diakses pada tanggal 1 november 2014
[4] https://.hi.fisip-unmul.ac.id-Format-eJournal-HI%2520(Repaired)%2520(02-13-14-02-25-58).doc
[6]http://narotama.ac.id/index.php/detil_artikel//1523/PBB:_Korban_Perang_Suriah_Melonjak_Jadi_60_Ribu.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar