Jumat, 07 November 2014

PERAN ICRC SEBAGAI INGO STUDI KASUS SURIAH


Tugas MK Aktor Non Negara

PERAN ICRC SEBAGAI INTERNATIONAL NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION TERHADAP KONFLIK BERSENJATA
(STUDI KASUS: KONFLIK SURIAH 2011-2014)


Oleh:
Deisy Madelberta Kasihiuw 151120003
Naima Untsa                                      151120005
Nikita Rosalia Manurung     151120017
Priska Septianisa                               151120023
Monika Aisha Nasella                        151120025
Arso Puji Prakoso                             151120046
Nadira Asrifa Nasution                     151120049

Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Politik dan Sosial


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ‘Veteran’
YOGYAKARTA
PERAN ICRC DALAM MENANGANI KORBAN
KEMANUSIAAN DALAM KONFLIK
(STUDI KASUS KONFLIK SURIAH PADA TAHUN 2011-2014)

  1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pada beberapa tahun terakhir ini wilayah Timur Tengah tengah menjadi sorotan dunia akibat dari fenomena Arab Spring. Meskipun saat ini sudah ada beberapa negara yang telah berhasil mengatasi pergejolakan politik dalam negerinya. Konflik-konflik bersenjata yang berkepanjangan masih tetap terjadi di beberapa negara di wilayah ini, salah satunya adalah yang terjadi di Republik Arab Suriah. Negara ini adalah salah satu negara yang memiliki level konfrontasi bersenjata dan dampak kemanusiaan yang paling mengkhawatirkan. Konflik Suriah ini bermula ketika pada tanggal 15 Maret 2011 terjadi aksi demonstrasi besar-besaran untuk memprotes dan menuntut pengunduran diri Presiden Bashar Al-Assad. Akibatnya Pemerintah mengarahkan Angkatan Darat Suriah untuk mengamankan pemberontakan dan menembaki seluruh demonstran di seluruh tempat di Suriah. Perlawanan dari massa semakin meluas dan diperparah dengan penggunaan senjata. Massa yang terdiri dari Tentara yang menentang, relawan serta sipil, pemberontak bersenjata ini tidak terorganisir dan tanpa pimpinan pusat. Hingga tahun 2012 pemberontakan senjata terus berlangsung dan telah sampai pada kota-kota besar di Suriah seperti Damaskus dan Allepo. Pada pihak Pemerintahan terjadi kemajuan peralatan dan formasi militer di sebelah selatan dan timur Suriah, serta aksi pemboman secara besar-besaran. Konflik bersenjata yang berlangsung dalam kurun waktu 3 tahun ini belum menunjukkan adanya tanda-tanda penyelesaian. Syrian Observatory for Human Rights, mengumumkan jumlah korban tewas sudah menembus angka 162.402 orang sejak pecah konflik Maret 2011[1].
 Peristiwa ini mendapat kecaman dari berbagai pihak di seluruh dunia mengingat dampak yang ditimbulkan bukan hanya pada pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, namun warga sipil seperti anak-anak dan kaum wanita. Rumah-rumah penduduk hancur, fasilitas-fasilitas umum mengalami kerusakan, keadaan lingkungan yang mengerikan, dan ketakutan serangan senjata dan bom yang selalu mengintai. Setiap hari korban baru terus berjatuhan, sementara pelayanan medis telah lumpuh karena berkurangnya tenaga-tenaga medis serta kerusakan pada fasilitas-fasilitas kesehatan yang sengaja diserang. International Committee of the Red Cross (ICRC), secara resmi menyatakan bahwa konflik berdarah yang terjadi di Suriah merupakan perang saudara yang telah mengarah ke dalam konflik bersenjata non-internasional, yang diumumkan pada 15 juli 2012[2]. Pernyataan ICRC muncul ketika tim pemantau PBB mengumpulkan detail baru tentang apa yang terjadi di Desa Treimseh yang disebut kelompok oposisi sebagai pembantaian oleh tentara rezim Presiden Bashar al-Assad. ICRC yang didirikan pada tahun 1863 merupakan sebuah organisasi internasional non pemerintah yang bergerak dibidang kemanusiaan. Organisasi ini memiliki prinsip tidak memihak, netral, dan mandiri yang memfokuskan misinya hanya pada aspek kemanusiaan yang dimaksudkan untuk melindungi kehidupan dan martabat korban konflik bersenjata dan korban kekerasan serta memberikan bantuan pada korban-korban tersebut[3]. ICRC berkomitmen siap dalam merespon dan tanggap terhadap kebutuhan bantuan kemanusiaan, seperti halnya yang kini terjadi di Suriah.
Tidak mudah untuk melaksanakan bantuan kemanusiaan terlebih lagi konflik Suriah ini dapat dikatakan sebagai tragedi kemanusiaan berkepanjangan, namun berdasarkan Hukum Humaniter Internasional (International Humanitarian Law/IHL), pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik harus mengizinkan dan memberikan jalur evakuasi cepat dan tanpa hambatan bagi akses bantuan kemanusiaan, dan untuk saling menghormati hak orang-orang yang sakit dan terluka serta pelarangan keras penggunaan senjata kimia di dalam konflik. Dengan demikian keberadaaan dan perhatian ICRC di Suriah sangatlah penting

1.2  Rumusan Masalah
Berkaitan dengan permasalahan yang ada pada latar belakang diatas, tulisan ini akan difokuskan untuk membahas mengenai Bagaimana Peran ICRC sebagai International non Governmental Organization terhadap Konflik Bersenjata? (studi kasus : konflik suriah 2011-2014)”

  1. PEMBAHASAN
ICRC (International Committee of the Red Cross)
ICRC merupakan lembaga independent yang bergerak di bidang kemanusiaan. ICRC selalu berusaha memberikan perlindungan dan bantuan kepada para korban, baik dalam pertikaian bersenjata internasional maupun dalam konflik internal. Secara garis besar ICRC adalah pendiri dan anggota palang merah internasional, inisiator pertama dalam penyusunan IHL, pendukung dalam penyebarluasannya serta pengawas penerapan IHL dan prinsip palang merah, dan penyelanggara operasi kemanusiaan berdasarkan permintaan suatu Negara atau inisiatif sendiri. ICRC tetap melaksanakan misi aslinya, yaitu memberikan perlindungan serta bantuan kepada rakyat sipil dan militer yang menjadi korban dalam pertikaian senjata internasional, kekacauan dan ketegangan dalam negeri di seluruh dunia. Bilamana dibutuhkan, ICRC mengorganisir program bantuan kemanusiaan dan operasi medis bagi korban perang, penduduk sipil di bawah pendudukan musuh, serta pengungsi.
Operasi medis yang utama adalah dalam bentuk perawatan para korban, bantuan bagi korban yang diamputasi atau menjadi lumpuh dan penyediaan obat-obatan serta peralatan medis. ICRC juga aktif dalam mengadakan kampanye imunisasi, program kesehatan umum, operasi pembersihan air dll. Sebagai penengah yang netral antara pihak yang terlibat pertikaian ICRC bertindak demi kebaikan korban perang. Berdasarkan konvensi Jenewa, ICRC berhak untuk mengunjungi tahanan perang dan melakukan wawancara tanpa saksi. Kunjungan ini bertujuan untuk melihat kondisi tawanan perang dan bukan untuk menanyakan alasan penahanannya. ICRC juga berhak untuk menawarkan dirinya dalam keadaan yang tidak tercakup oleh IHL seperti kekacauan dan ketegangan dalam negeri.
ICRC didirikan atas dasar fakta-fakta adanya pelanggaran HAM khususnya terhadap anak-anak. Dengan dukungan dari seluruh negara di dunia, ICRC bekerjasama dengan organisasi internasional lainnya guna memantau dan memposisikan warga sipil dengan benar dan layak. Masyarakat dunia telah sepakat untuk membangun kondisi damai serta menolak segala tindakan kekerasan terhadap anak-anak. Namun fenomena yang terjadi adalah semakin banyaknya berita mengenai peperangan, keterlibatan anak dalam konflik dan kasus-kasus pelanggaran HAM.
Konvensi Hak-Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa yang disahkan Majelis Umum PBB tahun 1989 adalah hal pertama yang mengikat sesuai instrumen hukum internasional untuk mengatur hak asasi manusia; sipil, budaya, ekonomi, politik dan hak-hak sosial. Konvensi ini menjelaskan bahwa anak-anak juga memiliki empat prinsip dasar hak-hak yang harus dihormati.
ICRC juga ikut andil menyediakan program koordinasi, tentang arah strategis dan dukungan finansial untuk melindungi warga sipil dan hak-hak mereka, termasuk inisiatif untuk memastikan bahwa perawatan dan perlindungan yang diberikan sesuai dengan program  Disarmament, Demobilization, and Reintegration (DDR)[4].
Perlindungan keamanan kemanusiaan dalam situasi konflik merupakan salah satu problematika yang membutuhkan penyelesaian melalui beberapa tahapan. Salah satunya yakni menciptakan keamanan negara. Menurut Barry Buzan keamanan negara merupakan salah satu kondisi penting bagi keamanan manusia, karena tanpa adanya negara, maka tidaklah terlampau jelas agen-agen/lembaga manakah yang dapat bertindak atas nama individu.


Konflik Suriah
Konflik Suriah bermula pada 15 Maret 2011 ketika terjadi aksi demonstrasi besar-besaran untuk memprotes dan menuntut pengunduran diri Presiden Bashar al-Assad. Akibatnya Pemerintah mengarahkan AD Suriah untuk mengamankan pemberontakan dan menembaki seluruh demonstran di seluruh tempat di Suriah. Sebenarnya konflik ini berawal dengan aksi damai yang dilakukan warganya yang menuntut perubahan kondisi politik di Suriah yang selama ini dijalankan secara diktator oleh rezim Bashar al-Assad. Aksi damai tersebut merupakan salah satu bagian dari gerakan Arab Spring yang melanda kawasan Arab pada tahun 2010-2011 silam. Kerusuhan di Suriah dimulai di kota selatan Deraa pada bulan Maret 2011 ketika penduduk lokal berkumpul untuk menyerukan tuntutan pembebasan 14 mahasiswa yang ditangkap dan dilaporkan disiksa oleh pasukan keamanan Suriah setelah menulis di dinding, slogan terkenal dari pemberontakan rakyat di Tunisia dan Mesir: "Orang-orang ingin kejatuhan rezim”. Namun rezim Assad membalas aksi protes itu dengan cara kekerasan, dengan melepaskan tembakan yang menewaskan 4 orang. Hari berikutnya, mereka menembaki pelayat di pemakaman korban yang meninggal. Hal ini membuat pihak oposisi yang tadinya melakukan aksi damai mengangkat senjata untuk menjatuhkan rezim Assad secara paksa.
Pada akhir bulan Maret 2011, tentara dengan kendaraan lapis baja di bawah komando Maher al-Assad diturunkan ke kerumunan para pengunjuk rasa. Puluhan orang tewas, ketika tank menembaki kawasan pemukiman dan pasukan menyerbu rumah serta menangkap warga yang dianggap sebagai demonstran[5]. Pihak rezim Assad seringkali melakukan serangan kepada warga sipil Suriah sebagai hukuman atas dukungan mereka kepada pihak oposisi, seperti diberitakan The Daily Star, Kamis (3/1/2013)[6]. Pesawat tempur Suriah menyerang satu pom bensin di pinggiran Kota Damaskus pada 2 Januari 2013 yang sedang dipenuhi warga yang sedang mengisi bahan bakar, mengakibatkan pom bensin itu meledak, membuat sekitar 30 warga yang ada di sana tewas seketika.
Konflik ini merupakan ancaman terhadap keamanan manusia. Tentara Assad telah membunuh lebih dari 15.000 orang di beberapa provinsi Suriah, sedangkan ratusan lainnya luka-luka dan mengungsi ke daerah sekitar perbatasan. Akses terhadap kebutuhan dasar manusia seperti air, makanan dan medis pun sangat terbatas. Kenyataan tersebut membawa pada apa yang disebut krisis kemanusiaan, sehingga bisa dikatakan Suriah tidak lagi mampu melindungi keamanan warganya.
Menurut Ketua Badan HAM PBB Navi Pillay, korban tewas terus bertambah menyusul semakin berlarutnya konflik senjata antara demonstran anti pemerintah dan pasukan pendukung Presiden Bashar Al-Assad. Komisi Penyelidik Independen PBB melaporkan, pasukan pemerintah Suriah telah melakukan tindak kejahatan kemanusiaan terhadap warga sipil, termasuk membunuh dan menyiksa anak-anak.

Kontribusi ICRC
Keberadaaan ICRC di Suriah sangatlah penting, dan ditanggapi secara serius dan positif oleh masyarakat internasional. Dengan mandat yang didapat dari masyarakat internasional tersebut, ICRC diharapkan dapat melaksanakan misinya di Suriah dan membantu Suriah mengatasi permasalahan yang ada.
Dalam penanggulangan krisis kemanusiaan khususnya anak-anak korban perang di Suriah, ICRC didukung UNICEF dan TRC dan pemerintah setempat untuk membantu memberikan pertolongan terhadap anak-anak korban perang. Dengan melakukan kerjasama organisasi non-pemerintah di Suriah seperti Caritas, Save The Children dan Christian’s children Fund, UNICEF, ICRC mengembangkan konsep rehabilitasi bagi anak-anak korban konflik yang dinamakan psycho-social programs yang berisikan teknik-teknik terapi untuk para tentara anak. Batas maksimum seorang anak dalam pusat rehabilitasi adalah enam bulan. Kecuali anak-anak yang masih membutuhkan perawatan medis dan anggota keluarga mereka belum ditemukan[7].
Dengan melihat situasi anak di Suriah, ICRC bekerja sama dengan dengan Menteri Kesejahteraan Sosial, Gender dan Anak-anak, Departemen Hukum, WFP, dan LSM-LSM lainnya menyusun program singkat untuk Suriah, dengan memfokuskan kepada tiga hal yaitu :
1.      Dukungan untuk kebijakan nasional, kerangka hukum, advokasi tentang perlindungan hak asasi manusia khususnya anak-anak: ICRC mendukung harmonisasi hukum nasional dan kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan anak sesuai dengan The Convention on the Rights of the Child (CRC). Advokasi dilakukan untuk meningkatkan pengalokasian sektor sosial, dan memastikan hak-hak anak, terutama anak yatim dan anak-anak yang tidak memiliki pendidikan, pelayanan sosial serta kesehatan yang layak.
2.      Membangun kapasitas kelembagaan dan sistem untuk perlindungan terhadap semua warga sipil khususnya anak-anak. ICRC mendukung Pemerintah dalam mengembangkan kerangka aturan bagi warga sipil Suriah termasuk memantau standar perawatan serta perlindungan terhadap warga sipil. Dan juga penekanan terhadap pembangunan kapasitas di bidang kesehatan dan pendidikan penyediaan terhadap layanan sosial untuk mengidentifikasi dan memberikan pelayanan terhadap korban tindak pelecehan seksual, gender, dan segala hal yang berbasis kekerasan. Dalam bidang kesehatan dan pemantauan standar kesehatan, ICRC mendukung fasilitas penyediaan air dan sanitasi lingkungan di kamp pengungsian. Disediakan pula WC tambahan bagi 6000 warga sipil, lalu memfasilitasi pelatihan mekanik-mekanik untuk pompa air. ICRC juga membentuk klub relawan bernama Blue Flag yang dilatih untuk menangani kasus diare dan kolera. Untuk pendidikan, ICRC membantu merehabilitasi beberapa sekolah dan mendirikan sekolah di kamp pengungsian.
3.      Meningkatkan Pengetahuan dan Pemahaman tentang Masalah Perlindungan hak asasi manusia dan khususnya anak di Suriah: ICRC bertujuan untuk mengembangkan dan memelihara informasi mengenai isu-isu penting perlindungan anak di Suriah. Anggaran ICRC tersebut sudah mencakup biaya operasi lapangan sebesar 970 juta Swiss Franc (Rp 9,7 trilyun) dan 181 juta Swiss Franc (Rp 1,8 trilyun) untuk mendukung kegiatan di Kantor Pusat di Jenewa. Secara total, jumlahnya mendekati anggaran yang diajukan dalam anggaran ICRC pada tahun 2011.
Upaya lain yang dilakukan ICRC dalam menangani krisis kemanusiaan di Suriah adalah pengevakuasian warga sipil yang terluka, sakit, dan ingin meninggalkan wilayah konflik di kota Homs. Dalam hal ini ICRC bekerja sama dengan Bulan Sabit Merah Arab Suriah. Bekerja di garda terdepan, mereka memberikan bantuan kepada beberapa daerah oposisi yang paling parah terkena serangan dan daerah-daerah yang dikendalikan oleh pemerintah. Mereka memiliki akses ke 3 wilayah yang dikuasai oposisi dan bantuan yang didistribusikan di Homs, Hama dan Idlib[8].
Selama 2 tahun terakhir jutaan orang telah menerima bantuan, tetapi tidak cukup, akibat kebutuhan yang tumbuh lebih cepat daripada kemampuan pihak yang membantu untuk merespon kebutuhan tersebut.

Program Kemanusiaan ICRC di Suriah
ICRC melaksanakan program bantuan kemanusiaan di berbagai negara. Dalam kegiatan kemanusiaannya, ICRC bergantung pada 12.000 staf di lapangan yang bekerja sama dengan Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dan juga organisasi internasional maupun local lainnya. ICRC dan Bulan Sabit Merah bekerja di lokasi yang terkena dampak pertempuran dimana ICRC masuk untuk memberikan pertolongan vital dan memberikan peralatan yang dibutuhkan untuk terus bertahan tanpa bantuan dari luar. Namun, kehidupan banyak orang yang tidak terhitung jumlahnya dan membutuhkan perlindungan dan bantuan tergantung pada dukungan dari donator.
ICRC akan terus bekerja dan membantu warga sipil di Suriah dimana senjata dan teknologi baru terus diperkenalkan, proliferasi kelompok-kelompok bersenjata, kesulitan mendapat akses ke orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan munculnya sejumlah LSM dan organisasi kemanusiaan lain yang saling bersaing untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga sipil di Suriah.
Tim ICRC dan Bulan Sabit Merah Arab Suriah bekerja di lokasi yang paling parah terkena dampak kekerasan di Suriah. Dalam melaksanakan tugasnya Tim ICRC dan Bulan Sabit Merah Arab Suriah mengambil resiko besar. Untuk membantu Bulan Sabit Merah Arab Suriah memenuhi kebutuhan bantuan kemanusiaan bagi pengungsi yang terus meningkat, ICRC mendistribusikan makanan dan kebutuhan dasar lainnya ke distrik Aleppo yang berjumlah kurang lebih 12.500 orang.
Banyak fasilitas pelayanan kesehatan yang kesulitan menangani  korban luka karena terganggu oleh pertempuran yang terjadi, yang mengakibatkan langkanya peralatan medis. ICRC telah mendistribusikan obat-obatan yang cukup untuk mengobati sekitar 250 hingga 1.000 orang dan pengiriman teknisi air dan sanitasi ke tempat-tempat penampungan sementara untuk memastikan kecukupan air bersih bagi pengungsi.
Di kota Homs, ribuan orang berlindung di sekolah dan bangunan publik lainnya. ICRC telah mendistribusikan kebutuhan makanan bagi lebih dari 20.000 orang di kota Homs. Akses untuk mendapatkan air juga menjadi masalah serius bagi sebagian besar orang di Homs. Guna membantu kota tersebut, ICRC memasang generator listrik dengan daya 1.000 Kwa untuk meningkatkan kapasitas pos pompa air Ain Al-Tanour, yang memasok 80% kebutuhan air minum bagi 800.000 orang penduduk setempat dan pengungsi. Guna membantu Bulan Sabit Merah Arab Suriah menangani kebutuhan kemanusiaan di Hama, Idlib, Lattakia, Raqqa dan Hassakeh, ICRC juga mendistribusikan kebutuhan makanan yang cukup untuk satu bulan bagi ±43.000 penduduk sipil.
ICRC juga mengunjungi tempat penahanan dengan tujuan memastikan para tahanan tetap dihormati martabatnya dan mencegah penyiksaan atau perlakuan buruk serta tindakan sewenang-wenang lainnya. Selain itu, juga untuk memastikan bahwa kondisi tempat penahanan sudah memadai dan para tahanan dimungkinkan berkomunikasi dengan keluarga mereka, sebagaimana diwajibkan oleh IHL. Menurut IHL, pihak-pihak yang terlibat konflik harus mengizinkan dan memberikan fasilitas jalur yang cepat dan tanpa hambatan ketika memberikan bantuan kemanusiaan bagi warga sipil yang membutuhkan. Wajib menghormati hak orang yang terluka atau sakit, baik itu para pejuang yang terlibat konflik ataupun warga sipil, untuk segera mendapat bantuan medis. Selain itu, adanya larangan keras penggunaan senjata kimia oleh pihak manapun. ICRC meminta semua pihak yang terkait dalam konflik di Suriah untuk menghormati larangan terhadap penggunaan senjata kimia.
ICRC juga menjalin kontak rutin dengan kelompok-kelompok oposisi di Suriah dan di luar negeri untuk membahas isu-isu yang berkaitan dengan dijalankannya IHL dan perlindungan warga sipil dan tahanan. ICRC dan Bulan Sabit Merah Arab Suriah sejak awal telah bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan yang paling mendesak. Kedua organisasi ini berusaha menemukan berbagai cara untuk meningkatkan kegiatan mereka di lapangan.
Prioritas utama adalah tetap terus membantu orang-orang yang paling parah terkena dampak kerusuhan di Abel, Hama, Idlib, Dara’a dan Pedesaan Damaskus (Rural Damascus), termasuk para pengungsi yang melarikan diri dari Baba Amr distrik Homs. Evakuasi bagi para korban yang terluka dan keselamatan tenaga medis merupakan dua kekhawatiran utama. Keselamatan korban sering kali sangat bergantung pada seberapa cepat tim tanggap darurat dapat mengevakuasi dan mengobati mereka. Siapa pun yang sakit atau terluka harus mendapatkan perawatan medis, serta staf medis dan fasilitas-fasilitasnya harus dilindungi setiap saat[9].
ICRC mendapatkan dukungan yang positif atas prioritas operasionalnya serta  usulan atas gencatan senjata selama dua jam setiap hari selama pertempuran agar bantuan kemanusiaan bisa menjangkau orang-orang yang sangat membutuhkan. Juga penekanan pentingnya aksi kemanusiaan yang bersifat netral dan mandiri di Suriah saat ini. Keputusan mengenai gencatan senjata tersebut tetap berada di tangan pemerintah dan pihak oposisi Suriah. Sementara itu ICRC dan Bulan Sabit Merah Arab Suriah juga mengirimkan 12 truk yang bermuatan makanan, alas tidur, selimut dan alat-alat kebersihan yang terbagi dalam dua konvoi yang berbeda ke provinsi Homs dan Aleppo[10]. Konvoi ke provinsi Homs langsung menuju kota Za’afaranah, yang terletak di 30 km di timur laut kota Homs, tempat dilaksanakannya pendistribusian bantuan. ICRC dan Bulan Sabit Merah Arab Suriah telah mengunjungi Za’afaranah untuk melakukan asesmen situasi kemanusiaan dan kebutuhan bantuan kemanusiaan. ICRC telah merenovasi 390 fasilitas umum untuk digunakan oleh 65.000 pengungsi. Fasilitas kesehatan bagi kedua belah pihak yaitu, pengobatan dan pasokan alat-alat bedah, juga obat-obatan untuk pengobatan bagi pasien-pasien yang kronis. Terdapat 146 staf ICRC yang bekerja di Suriah. Anggaran dana untuk kegiatan di Suriah tahun 2013 sekitar 1,1 triliun rupiah yang digunakan untuk menjalani kegiatan – kegiatan kemanusiaan[11].
Sejak awal 2011, ICRC memberikan bantuan untuk distribusi air, makanan,obat-obatan dan bahan bahan kebutuhan lainya kepada para korban konflik. Dalam pendistribusian air, tidak semuanya didistribusikan secara langsung kepada korban konflik. Hanya 20% yang didistibusikan secara langsung, 80% sisanya lewat peran ICRC memperbaiki infrastruktur-infrastruktur air milik Perusahaan Daerah Air di Suriah, juga dengan memasok bahan kiwiawi yang dibutuhkan agar dapat menjernihkan air supaya dapat dikonsumsi. Berkat usaha itulah, ICRC bisa memberikan kira-kira 80% masyarakat Suriah air yang aman untuk dikonsumsi.
            Untuk masalah pengungsi, ICRC juga mendirikan kamp pengungsian yang biasanya tersebar di daerah perbatasan Suriah. Termasuk mengumpulkan para pengungsi yang terpencar-pencar di negara-negara tetangga Suriah dan diberikan bantuan baik materi ataupun bantuan seperti ijin tinggal sementara bagi para pengungsi yang membutuhkannya.
            ICRC sangat aktif dalam menyuarakan perdamaian semua pihak di Suriah baik itu dari pemerintah Bassar al-Assad maupun dari golongan oposisi. Konflik ini telah membunuh ratusan ribu jiwa dan membuat jutaan orang kehilangan tempat tinggal. ICRC aktif menyuarakan ini baik di diskusi-diskusi internasional maupun forum-forum yang ada. Presiden ICRC, Peter Maurer menyerukan dalam kunjungan-kunjungan resmi ke negara-negara seperti AS, Inggris, Rusia serta ke PBB, bahwa pengungsi di Suriah membutuhkan akses kemanusiaan yang luas. Dalam kunjungannya ke Suriah, ia menyatakan situasi kemanusiaan di Suriah telah menjadi suatu bencana. Karena banyaknya pertempuran, warga sama sekali tidak bisa memiliki akses ke kebutuhan pokok serta obat-obatan, serta tidak bisa keluar dari daerah tersebut dikarenakan takut tidak memiliki tujuan jika harus meninggalkan daerah tersebut.
            Pengungsi merupakan bagian yang di fokuskan dari program-program ICRC di Suriah. ICRC membuat beberapa daerah penampungan yang di konsentrasikan di beberapa daerah seperti di timur distrik Allepo, Suriah utara. Allepo sendiri sekarang ini merupakan daerah yang dikuasai oposisi yang di mana secara otomatis suplai air, makanan serta obat-obatan dari pemerintah terputus, sehingga menjadi perhatian khusus ICRC.
            Ketika pertempuran terjadi di Distrik Aleppo, Suriah Utara, ribuan orang meninggalkan rumah mereka dan mulai menempati bangunan-bangunan publik termasuk ±80 sekolah yang akhirnya digunakan sebagai tempat penampungan sementara. Bantuan ICRC untuk Suriah melalui donasi dari para donaturnya ialah pembangunan sarana publik darurat. Pembangunan secara menyeluruh hingga saat ini belum bisa dipastikan oleh pihak ICRC, dikarenakan masih tingginya tingkat pertempuran di Suriah. Gejolak politik serta tidak ada jaminan pasti keamanan membuat pihak ICRC lebih melihat proses pembangunan sarana publik darurat lebih bermanfaat. Pihak ICRC menggalang dana sekitar 132 juta franc Swiss. Jumlah itu digunakan untuk periode 2014 ini dalam program kerja di Suriah.
            ICRC sempat menawarkan menjadi mediator pada tahun 2012, namun usul itu ditolak oleh pihak pemerintah Suriah. Meskipun begitu ICRC tetap mengajukan diri sebagai mediator maupun fasilitator selain PBB jika pada nantinya kedua pihak mau melakukan negosisasi. Ini merupakan bagian dari program ICRC yang bersifat Assistance.           
Kendala-kendala yang dihadapi ICRC dalam menangani korban kemanusian konflik Suriah
         Aktivitas bantuan kemanusiaan yang dijalankan oleh ICRC sering dipandang sebelah mata oleh pihak yang berkonflik sehingga menghambat ICRC dalam menjalankan program-programnya.
         Kendala paling fundamental bagi ICRC adalah acceptance, yakni penerimaan kehadiran ICRC dalam sebuah konflik oleh pihak otoritas dan pihak-pihak yang berkonflik. Penerimaan kehadiran ICRC dalam melakukan sebuah intervensi kemanusiaan selanjutnya menentukan access ICRC dalam membantu korban konflik bersenjata dan situasi kekerasan lainnya untuk selanjutnya menilai situasi mereka, memberikan bantuan dan mendokumentasikan tuduhan pelecehan atau pelanggaran hukum yang berlaku dalam IHL dan hukum yang relevan selama konflik berlaku.
         Access mengacu kepada bagaimana ICRC dapat meyakinkan, melakukan persuasi dan diplomasi terhadap otoritas dan pihak yang berkonflik agar mau memperbolehkan ICRC melakukan intervensi kemanusiaan yang bersifat melewati batas ranah privacy otoritas, seperti melakukan kunjungan terhadap tawanan.
         Protection (perlindungan), ICRC dalam upayanya melakukan persuasi kepada otoritas Hezbollah dan Israel untuk lebih memperhatikan metode berperangnya sehingga korban dari pihak sipil dapat diminimalisir ternyata hanya dianggap sebagai himbauan berbau normatif belaka.
         Dalam melakukan kunjungan tawanan perang (Respect for persons deprived of their freedom) semasa konflik, ICRC seringkali dihadapkan kepada situasi birokrasi otoritas yang rumit. Takut tersebarnya informasi tentang kemungkinan penganiayaan dan tindakan melanggar HAM lainnya kepada publik atau bahkan informasi berbau intelijen.
         Kebijakan semasa konflik oleh pihak yang berperang membuat ICRC mendapatkan tantangan dalam menyalurkan bantuan untuk korban perang (penduduk sipil yang menderita karena dampak konflik).
3.      PENUTUP
ICRC sebagai NGO memiliki peran cukup penting dan positif dalam konflik Suriah ini. Peran yang dilakukan ICRC selama berada di Suriah telah banyak membawa orientasi positif bagi perkembangan mental warga korban perang. Program-program yang dijalankan oleh ICRC berkisar pada:
         Mengadvokasikan pembebasan warga sipil yang diculik yang dilakukan oleh kelompok bersenjata, dan mendorong pemerintah untuk mengadopsi kebijakan oleh lembaga-lembaga perlindungan keamanan kemanusiaan.
         Meningkatkan kesadaran akan HAM melalui program-program, dan laporan tentang pelanggaran keji hak asasi kemanusiaan. 
         Mendukung pusat perawatan darurat, membina keluarga dan grup dimana anak-anak dapat berlindung sementara proses pencarian keluarga dilakukan. 
         Program psychosocial untuk anak-anak yang terkena dampak perang. 
         Pelacakan dan penyatuan kembali keluarga. 
         Reintegrasi kedalam masyarakat dan keluarga: pendidikan, pelatihan keterampilan, program-program pendukung, akses ke layanan kesehatan. 
         Mendukung program-program untuk anak-anak korban kekerasan dan pelecehan seksual, serta konseling, pelayanan medis dan program-program untuk ibu-ibu muda.  
         Penempatan di pusat-pusat pelatihan agar mendapatkan akses pendidikan yang mudah, sementara dilakukan pelacakan, mediasi keluarga dan legalisasi hukum. 
         Bekerjasama dengan Pemerintah untuk memperkuat kapasitasnya sebagai pemantau program-program untuk anak-anak, serta mengembangkan kebijakan dan strategi dan meninjau perundang-undangan yang ada.
Kapabilitas ICRC dalam kasus konflik Suriah hanya untuk mengatasi akibat konflik. Instabilitas politik serta konflik yang berkepanjangan di Suriah merupakan faktor semakin meningkatnya krisis kemanusiaan. Diserukannya gencetan senjata antar kelompok yang berkonflik, diharapkan berdampak pada aturan hukum di Suriah yang semakin baik dan perubahan stabilitas keamanan yang semakin membaik maka berpengaruh kepada menurunnya krisis kemanusiaan di Suriah.
DAFTAR PUSTAKA

-          Maman,Ade Suherman.2003.Organisasi Internasional dan Integrasi Regional Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi.Jakarta : Ghalia Indonesia.
-          http://icrcjakarta.info/berita/penduduk-sipil-masih-terjebak-di-homs-suriah/ Diakses pada tanggal 1 November 2014
-          http://icrcjakarta.info/galeri-foto-video/videos/kabar-terbaru-dari-suriah/ Diakses pada tanggal 1 November 2014
-          http://theglobaljournal.net/article/view/585/. 2012 Top 100 Best NGOs by The Global Journal”, diiakses tanggal 30 Oktober 2014.










[1] Korban tewas konflik suriah http://www.tempo.co/read/news/2014/05/19/115578830/Korban-Tewas-Konflik-Suriah-Capai-162-Ribu-Orang diakses pada tanggal 1 November 2014
[2] Palang Merah : Konflik Suriah adalah perang saudara http://internasional.kompas.com/read/2012/07/16/14222636/Palang.Merah.Konflik.Suriah.adalah.Perang.Saudara diakses pada tanggal 1 November 2014
[3]ICRC: misi dan kegiatannya http://icrcjakarta.info/wp-content/uploads/2011/07/0963-The-ICRC-Its-Mission-and-Work-Ind.pdf diakses pada tanggal 1 november 2014
[4] https://.hi.fisip-unmul.ac.id-Format-eJournal-HI%2520(Repaired)%2520(02-13-14-02-25-58).doc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar